Cantik Itu…

img1469429159984[1]Saluran televisi yang entah sejak kapan dinyalakan guna menyemarakkan semangat kerja di siang terik itu tiba-tiba menarik perhatian kami.  Bukan gosip selebriti apalagi berita pergantian menteri yang sedang hangat-hangatnya.  Melainkan liputan kecantikan, hehe….  Apa???  Udah, nggak usah protes, itu murni di luar kesengajaan!

“Wanita mana yang tak ingin terlihat cantik?”, kalimat ini menjadi pembuka tayangannya.  “Benarkah, Mbak?”, canda seorang senior di ruangan padaku.  Aku nyengir nggak jelas!  Kami lalu melanjutkan pekerjaan sambil tetap menyimak liputan tentang berbagai upaya perempuan untuk terlihat cantik itu.  Dari mulai menggunakan skincare dan kosmetik hingga operasi plastik.   Bapak-bapak juga tak protes karena mungkin informasi itu terbilang bermanfaat.  Maklumlah, saat ini kita memang hidup di era dimana rata-rata perempuan hanya percaya diri keluar rumah dengan makeup.  Bedak, lipstik, DD cream, mascara, eyeliner, dkk itu sudah mirip peralatan perang yang wajib dibawa kemana-mana demi bisa tampil sempurna.

Ngomong-ngomong tentang make up, kemaren aku kembali diminta jadi perias pengantin.

Yang pernah baca kisahku “Mendadak Penata Rias”, pasti tahu lah yaa?  Aku yang innocent ini…(Jangan muntah!!!^^V), tiba-tiba didaulat jadi penata rias!  Hanya karena tipe orang yang suka tantangan maka tugas itu kuterima.  Terutama mengingat kesukaanku menggambar duluuu, upsss!!!  Hehe….

Awal-awal mulai itu rasanya parah bingits!!!  Adel tiap hari ku uber-uber wajahnya demi belajar.  Aku lebih mirip anak TK yang baru dapat pensil warna dan maunya menggambar terus.  Kebayang dong, keselnya si Adel sama aku?  Untung aja dia baik hati, tidak sombong juga suka menolong makanya rela memasrahkan wajah padaku setelah disogok makanan, hehe….

Biasanya setiap job rias pengantin ini menghampiri, aktivitasku pastilah belajar dari para beauty blogger yang memamerkan keahlian makeup korektif mereka di youtube.  Wajah seperti disulap jadi super cantik dengan berbagai alat makeup itu.  Terakhir aku bahkan belajar teknik bikin alis cantik tanpa cukur yang lagi ngetrend itu!  Rupanya peningkatan kesadaran kaum muslim terhadap syariah telah membuat teknik makeup menyesuaikan permintaan.

Masalah utama belajar makeup ini bukan hafalan tapi membiasakan keahlian.  Nah, kendalanya kesempatan praktikku kali ini terbatas.  Fiting baju pengantin & makeup dengan yang bersangkutan waktunya mepet sehingga cuma bisa tes satu kali.  Mana Adel lagi S2 di Yogya dan teman yang biasa jadi asisten sedang di Semarang.  Otomatis wajahkulah satu-satunya kanvas yang bisa dilukis.  Aihhh sedih deh!  Jadi aku berbaik sangka saja, semoga dia tak jadi ondel-ondel di tanganku, hehe….

Hasilnya???  Tak usahlah dibicarakan!  Pengantin wanita tentu saja cantik.  Nggak mungkin ganteng kaaan?  Hehe….  Well, positif dan negatif itu selalu ada dan bisa datang dari mana saja.  Aku bahkan pernah mendengar komentar negatif dari keluarga pengantin dengan telinga sendiri.  Tapi yaa…wajar sih.  Saat pengantin-pengantin wanita sekarang ini tampil glamour dengan makeup berat maka melihat kesederhanaan itu terasa tak pada tempatnya.  Terutama di momen yang katanya sih bak raja dan ratu sehari itu maka selayaknya diolah spesial.  Bahkan kalau bisa seindah momen Cinderela bertemu Prince Charmingnya.  #lebay…^_*

Yang paling menggelitik, setiap pengantin yang kurias pasti rata-rata pertanyaannya begini :

Pengantin           :  “Mbak, berapa lama sih biasanya waktu buat ngerias?”

Aku                        :  “Kurang lebih satu jam…”

Pengantin           :  “Hahhh???”, sahut mereka sambil membelalakkan mata.

Beginilah reaksi para aktivis itu tiap kali mendengar kalimat kurang lebih satu jam itu kulafadzkan.  Di tengah “upacara merias” pun, pertanyaan…”Sudah belum???”, ini selalu berulang.  Saking bosannya menjawab, aku cuma tertawa kecil dan mengatakan,“Sabar yaa, ini cuma satu hari kok!”, ujarku menenangkan.

“Iya ya, Mbak?  Cuma satu hari aja rasanya kok ribet banget?  Gimana yang tiap hari?”, sahut Hana, pengantin yang kurias terakhir kemaren.  Ya, memang ribet banget kalau memikirkan kaum hawa yang tiap kali keluar rumah selalu mengawali kesibukan merias wajah.  Mulai dari menggunakan produk skincare macam pelembab dulu, lalu menggambar alis cetar membahana, contouring & shading agar makeup memberi kesan tertentu di wajah, dan seterusnya.  Itu baru makeup, belum lagi menyesuaikannya dengan baju, kerudung, tas dan sepatu demi bisa tampil all out.  Wuih….angkat tangan deh!  Nyerah!!!

Well, jika pertanyaan si naratorwati di televisi kemarin diulang kembali, “Wanita mana yang tak ingin cantik?”.  Jawabannya tentu saja semua pasti ingin tampil cantik.  Tak ada yang salah dengan itu kan?  Alamiahnya kaum hawa lah yaaa….  Nah, masalah itu muncul saat definisi cantik ini mulai dipengaruhi oleh industri.

Coba tengok sejarah penggunaan kosmetik di era 1800 atau 1900-an.  Hanya para “wanita nakal” dan seniman teater yang menggunakan makeup.  Kabarnya, Ratu Victoria bahkan mengecam rias wajah yang vulgar.  Tapi seiring dengan lajunya perkembangan industri perfilman hollywood, makeup pun ikut berkembang.  Label-label produk kecantikan bermunculan mulai dari pewarna bibir, perona pipi, dan seterusnya.

Dan hari ini kita bisa melihat berbagai jenis kosmetik, parfum, produk pelangsing badan hingga pakaian berlomba tak hanya menjajakan barang dagangannya namun juga standar kecantikan yang menyesuaikan dengan produk mereka.  Terus???  Yah…ini bukan hanya masalah menjual produk lho, sis!  Tapi juga memasarkan gaya hidup baru pada kaum hawa.  Sistem nilai yang menjadikan kepuasan materi sebagai standar terus-menerus membombardir masyarakat.  Gaya hidup yang bersandar pada siklus keinginan yang tak ada putusnya.  Manusia harus punya keinginan terhadap sesuatu yang baru tanpa peduli apakah benar-benar membutuhkannya.  Dan begitulah akhirnya konsumerisme pun melanda kita.

Sah-sah saja ingin terlihat cantik.  Aku sendiri memakai handbody lotion dan pelembab jika ingin keluar rumah.  Jika sedang rajin, aku juga memakai bedak M**cks yang sudah kupakai sejak zaman putih abu-abu hingga sekarang.  Tak tahu kenapa, bedak ini susah nyari gantinya.  Beberapa kali aku mencoba label lain yang katanya lebih bagus tapi hasilnya malah membuat wajah berjerawat.  Jadi aku kembali ke pilihan murah meriah dan aman ini meskipun iklan produk lain begitu menggiurkan.  Kecuali tentunya jika aku memerlukan tampilan fresh dalam waktu lama maka fondation dan bedak W***ah, yang jadi property rias pengantin inilah yang dipakai, hehe….

Yah, nggak mungkin kan aku ngisi pengajian dengan wajah yang terlihat kusam?  Apalagi jika diminta sosialisasi kegiatan kantor di berbagai tempat yang mengharuskanku bertemu orang-orang penting?  Atau mungkin siaran di televisi lokal?  Oh, no!!!

Tapi bukan berarti juga kita bisa menunjukkan semuanya ya???  Menurutku tak ada salahnya merawat diri dengan produk skincare yang aman bagi kesehatan.  Selain itu aplikasikanlah makeup pada tempatnya.  Berdandan all out saat di rumah dan memperlihatkan kecantikan bagi yang berhak menikmatinya.  Para istri yang berdandan untuk suami demi menyenangkan mereka adalah pahala.  Berbeda saat keluar rumah tentunya.  Aurat terbalut rapat (dengan jilbab dan khimar) dan menyederhanakan penampilan tentunya lebih utama.  Cukuplah bedak dan mungkin celak mata yang memoles wajah kita.  Dan tak boleh lupa memoles kepalamu dengan Islam dan pengetahuan sehingga cantikmu juga terpancar dari sana!

 

*Ditulis setelah mengingat kembali perjalanan menjadi penata rias pengantin ala diriku!

Tinggalkan komentar